3 Juni 2012

Hujan Yang Membawa Kabar

Aku bangun suatu pagi, itu berarti aku masih diberi kesempatan untuk bersyukur dan berbuat amal baik di hari ini sampai senja tiba dan aku tertidur kembali dalam gelapnya fajar.
Aku direnungi seribu kabar dan peristiwa yang berhembus sepoy sampai ke tulang. Sungguh terkadang gila memikirkannya.
"Ratih, kamu tuh ternyata bla bla bla bla ya? Kamu tuh ngga tahu bla bla bla bla ya?"
Banyak, jadi sorot pandang sebagai orang yang pendiam dan pemalu, atau terkadang diam-diam menghanyutkan. Sebisa-bisa mereka memvonis tentang karakter atau image aku.

Tercengang perih saat seseorang melantunkan kata dengan mirip sindiran yang tidak menyenangkan hati. Namun, bagaimana lagi? Namanya sebuah kehidupan nggak selamanya orang setuju dengan kita.
Aku hampir mati saat aku kena musibah, salah satu teman menuduhku yang tidak-tidak dan berhasil mempropokatori teman-teman yang lain agar membenciku. 
Saat itu sungguh mulutku bisu dan tiada daya berucap apa-apa. Aku hanya menerima sindiran demi sindiran yang terus terbisik dalam pendengaranku. Padahal aku tahu yang sedang mereka paparkan tidak benar adanya. Sepulang dari bisikan-bisikan sadis itu, aku hanya meneteskan air demi air yang jatuh mengkristal dari rapuhnya mataku. 

Aku hanya bertanya kepada Tuhan -_- "Kenapa aku hanya diam? Kenapa Tuhan tidak memberiku kekuatan yang hebat untuk melawan semua ketidak-benaran ini?" 
Sampai kedua kelopak mataku membengkak tak menjadi indah seperti biasa. Lalu dibalik tirai jendela kaca kamarku terlihat juga hujan mengikuti tangisanku dengan sedikit petir menggeligap. Saat itu seperti menjadi pesona indah bioma alam dengan kristal hujan yang jatuh dalam dinginnya malam. 

Aku serasa menjadi sejuk ketika hujanpun ikut menangis merasakan kesedihanku. Lalu aku bertanya lagi dalam batin, "Tuhan mengapa Kau hanya kirimkan hujan yang tak memberi jawab atas tanyaku?" Hujan hanya terus turun dan petir menyambar dengan pesona kilatnya yang menjadi kalem saat itu sepertinya aku sedang diberi teguran atas pertanyaanku. Meski sampai detik itu aku belum juga mengerti mengapa Tuhan hanya mengirimkan hujannya atas tanyaku. 

Hingga aku letih memikirkannya lalu aku terbaring dalam lelapnya tidurku. Tak terdengar suara lagi setelah itu bahkn tak terpikirkan sesuatupun yang berat seperti sebelumnnya.

Sampai fajar kembali terbit dan ayam mengikuti langkahnya dengan kokoknya yang nyaring, aku membuka mata perlahan, hal yang sama seperti kemarin, pagi ini aku kembali bersyukur lagi karena diberi kesempatan menghirup udara segar hari ini. 
Kulanjutkan lagi kaki melangkah, dan berharap peristiwa kemarin hanya mimpi yang sudah selesai dalam sekali aku memejamkan mata. Namun kali ini saat kutemui lebih banyak orang, aku merasa hal yang aneh lagi-lagi rasanya seperti aku ini diasingkan. 

Rasanya hari ini lebih parah dari yang kemarin, yang hanya beberapa orang mampu meliriku dengan tolehan sindiran. Aku semakin tak mengerti. 
Aku diam sejenak dan sebentar lagi air mataku akan jatuh membanjiri pipi. Tapi ku sadar betul ini bukan tempat yang benar untuk menangis, karena dengan begitu aku menunjukan kelemahan dalam keadaan yang sempit ini. 

Aku hanya merenung lagi  memajaskan turunnya hujan dan petir semalam tadi. Hujan membawa kabar teguran dari Tuhan atas aku yang menyalahkannya. Pikirku seketika. 
Aku diam karena aku tak mencoba untuk berdiri menyalami masalah, bukan karena Tuhan tak memberiku kekuatan untukku. Lalu hujanpun menangis dan petir menggelegar menegurku. Itu jawab atas pertanyaanku. 
Karena : "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum ia merubahnya sendiri."

Ya, kali ini aku harus mampu melangkahkan kaki untuk menyalami permaslahan ini dengan hangat. 
Aku diberi kekuatan atas niatku untuk memperbaiki keadaan.
Aku melangkahkan kaki untuk menyelesaikan masalah nan kian rumit bila hanya terdapati diam dan diam. Dengan caraku aku mampu melampaui masalah itu dan menciptakan sebuah hikmah dan ppelajaran untuk diriku sendiri dan dirinya. 
Terbukti, dia khir cerita satu alunan nada dalam kesadarannya. "Maaf yang tiada duanya!"
Dan ia berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Mengejar Mimpi dalam Do'a ^_^

Udah sejauh ini dan sebesar ini. Rasanya memang ada sedikit perubahan ya. Terutama dari fisikal sama yang bersifat mental. Apalagi sekarang udah mau masuk kuliah (hehe, tapi belum sih baru mau test snmptn tulis doang), aku berharap banget bisa keterima di Universitas yang aku cita-citakan selama ini. 

Mungkin, selama ini aku hanya mundar-mandir di kampuang halaman. Tapi aku yakin betul, aku juga bisa beradaptasi di kampuang nan jauh di mata untuk meraih cita-cita yang selama ini ada di depan mata. 
Terkadang, dalam sebuah kehidupan semakin jauh kaki melangkah semakin banyak wawasan. Mungkin itu bisa menjadi motivasi tersendiri buat aku bisa jalani kehidupan yang sebenarnya. 

Meski kata Bapak, aku tuh masih manja, belum mandiri, tapi nanti akan buktiin kok, Pak! :)
Percaya deh, Ceuceu akan selalu memberikan yang terbaik kok, buat Bapak dan Mimi selamanya. Seluruh nafas ini Ceuceu hembuskan untuk Bapak dan Mimi yang udah menaburkan sejuta kasih sayang dan pendidikan yang tepat untuk Ceuceu. 

Ceuceu, selalu ingat pesan Bapak, "Hidup jangan bergantung pada oranglain." Insyallah ^_^ Ceuceu akan semampu mungkin menjalankan semuanya sebisa Ceuceu dulu dan janji tidak akan merepotkan oranglain, kecuali benar-benar mendesak :D 

Semanagat Ceuceu selalu membara ketika kobaran kasih sayang Mimi dan Bapak selalu terkibar atas-atas. Do'a-do'amu menjadi sebuah dukungan yang abadi dalm mempermudah lalu langkah kaki ini.
Love you Mimi, Bapak! :)